Sabtu, 21 Mei 2011

Makan

Leni Herlina – II B _psikologi – 1210 600 051
1.      pengertian makanan
Makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, dimakan oleh makhluk hidup untuk memberikan tenaga dana nutrisi. Cairan dipakai untuk maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata 'makanan' juga bisa dipakai. Istilah ini kadang-kadang dipakai dengan kiasan, seperti "makanan untuk pemikiran". Kecukupan makanan dapat dinilai dengan status gizi secara antropometri
Setiap makhluk hidup membutuhkan makanan. Tanpa makanan, makhluk hidup akan sulit dalam mengerjakan aktivitas sehari-harinya. Makanan dapat membantu kita dalam mendapatkan energi,membantu pertumbuhan badan dan otak. Memakan makanan yang bergizi akan membantu pertumbuhan kita, baik otak maupun badan. Setiap makanan mempunyai kandungan gizi yang berbeda. Protein, karbohidrat, lemak, dan lain-lain adalah salah satu contoh gizi yang akan kita dapatkan dari makanan.
2.      hukum makanan
Potongan daging yang diambil dari (tubuh) binatang yang masih hidup hukumnya sama dengan (hukum) bangkainya. Artinya, kalau bangkainya suci atau halal, maka suci atau halal pula potongan daging itu ; sedang kalau bangkainya najis atau haram, maka najis atau haram pula potongan daging itu. Hal itu berdasarkan sebuah hadits dari Abu Waqidi Al-Laitsi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu a’laihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Bagian mana saja yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka itu sama dengan bangkai” [Hadits Riwayat Abu Daud dan At-Tirmidzi]
Adapun binatang yang tidak ada faedahnya disembelih, seperti anjing, babi dan sejenisnya, maka semua potongan adalah najis, baik matinya karena disembelih ataupun tidak ; tidak ada pengecualian.
Bangkai ada dua macam, yaitu :
1.      Bangkai yang suci.
Seperti bangkai ikan dan belalang atau jenis hewan yang tidak berdarah yang keluar dari sesuatu yang suci [Seperti ulat dan belatung yang keluar dari buah.
Potongan daging hewan-hewan tersebut suci atau halal dimakan, baik terpotong ketika masih hidup maupun setelah matinya.
2.      Bangkai yang haram.
Seperti bangkai binatang ternak, macam-macam unggas, dan hewan-hewan sejenisnya yang pada asalnya halal bila telah disembelih. Boleh digunakan bila disamak baik berupa kulit atau bulu dari bangkai tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : ….(dijadikanNya pula) dari bulu domba, bulu onta dan bulu kambing itu alat-alat rumah tangga dan perhiasan (yang kamu pakai) sampai waktu (tertentu)” [An-Nahl : 80]
Hukum bolehnya bulu unggas dikiaskan dengan bulu-bulu dari hewan-hewan yang disebutkan dalam ayat di atas.
Al-Maimuni menukil perkataan Imam Ahmad, beliau berkata, “Tentang bulu bangkai (binatang yang halal dimakan dagingnya) saya tidak mengetahui seorangpun yang menganggap makruh menggunakannya”

c)      Hukum Makan Bekicot

Kita tidak boleh mengklaim suatu makanan itu halal atau haram tanpa dalil dari Al-Qur’an dan hadist yang shahih. Bila seseorang mengharamkan tanpa dalil, maka dia telah membuat kedustaan kepada Allah. Firman Allah :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (QS.An Nahl: 116)
Karena asal hukum makanan baik dari hewan, tumbuhan, laut maupun daratan adalah halal sesuai dengan firman Allah:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi “(QS Al Baqarah: 168)
Maka Alah tidak merinci satu persatu makanan halal di Al-Qur’an begitu pula tidak dirinci dalam hadits Rasulullah saw. Namun untuk makanan haram Allah telah merinci secara detail dalam Al-Qur’an atau melalui lisan RasulNya. Allah berfirman :
“Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya” (QS. Al-An’am: 119)

Puasa

Leni herlina – psikologi- 1210 600 051
PUASA
1.      Pengertian puasa
a)      Puasa wajib : puasa yang wajib untuk dilakukan dan waktunya ditetapkan, orang yang meninggalkan puasa ini mendapatkan dosa sedangkan orang yang mengerjakannya mendapat pahala.
(Puasa bulan Ramadhan, Puasa Qadha, Puasa kafarat (membayar kafarat), Puasa seorang yang tidak mampu membeli hewan kurban pada haji Tamattu, Puasa hari ketiga I'tikaf, Puasa Nadzar)
b)      Puasa sunah :
(Puasa tiga hari setiap bulan (Hijriyah), Puasa pada hari-hari putih ( tiap tanggal 13, 14 dan 15 Hijriyah), Puasa pada hari al-Ghadir (18 Dzulhijjah), Puasa pada hari lahir Rasululah saww. (17 Rabiul Awal), Puasa pada hari Kenabian Rasululah saww. (27 Rajab), Puasa pada hari Arafah ( 9 Dhulhijjah ), Puasa pada hari Mubahalah (24 Dhulhijjah), Puasa pada hari Kamis dan senin, Puasa pada tanggal 1-9 Dhulhijah, Puasa pada hari pertama dan ketiga bulan Muharram, Puasa pada seluruh hari dalam setahun, kecuali hari-hari yang diharamkan dan dimakruhkan berpuasa di dalamnya).
2.  syarat berpuasa
a)      Syarat berpuasa
1.      Orang Islam. tidak sah puasanya orang kafir
2.      Orang yang berakal sehat. tidak sah puasanya orang yang hilang akalnya, karena gila, ayan atau mabuk.
3.      Orang yang telah putus dari darah haidh, nifas, dan wiladah. sekalipun  belum mandi wajib untuk mensucikan diri dari haidh,nifas, wiladahnya. tidak sah puasanya orang yang sedang haidh,nifas,wiladah. Tetapi wajib mengkodho puasa yang ditinggalkan.tidak wajib mengkodho shalat fardhu yang ditinggalkan.
4.      Waktu yang diterima untuk mengerjakan puasa. tidak sah puasa pada hari raya fitrah,hari raya adha, dan 3 hari sesudah adha yang disebut hari tasyriq. Itulah hari-hari yang haram berpuasa, meskipun puasa wajib, karena nadzar, qodho wajib mudhayyaq dll.
Adapun waktu untuk  mengerjakan puasa ramadhan ialah mulai dari terbit fajar shidiq (fajar yangb kedua) bukan fajar kidzib(fajar pertama), sampai terbenamnya matahari pada waktu magrib.
3. keutamaan berpuasa
Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang mengamalkannya,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌمَرَّتَيْنِ - وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)
5. nilai puasa secara psikologi
Manfaat puasa bagi kehidupan psikososial memegang peranan penting dalam kesehatan manusia. Dalam bulan puasa terjadi peningkatan komunikasi psikososial baik dengan Allah dan sesama manusia. Hubungan psikologis berupa komunikasi dengan Allah akan meningkat pesat, karena puasa adalah bulan penuh berkah. Setiap doa dan ibadah akan berpahala berlipat kali dibandingkan biasanya. Bertambahnya kualitas dan kuantitas ibadah di bulan puasa akan juga meningkatkan komunikasi sosial dengan sesama manusia baik keluarga, saudara dan tetangga akan lebih sering. Berbagai peningkatan ibadah secara langsung akan meningkatkan hubungan dengan Pencipta dan sesamanya ini akan membuat jiwa lebih aman, teduh, senang, gembira, puas serta bahagia.
Beberapa manfaat, puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama. Firman Allah Ta ‘ala : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa. ” (Al-Baqarah: 183)